Sehelai
Melodi
Pagi itu mungkin adalah pagi yang biasa
bagi Kitamura. Ya, sarapan pagi dan berangkat ke sekolah. Sesampai di sekolah
hanya bertemu pelajaran biasa yang membosankan dan membuat pikirannya penuh.
Kehilangan kedua orang tua karena kecelakaan pesawat sepuluh tahun lalu
membuatnya menjadi pemuda yang tidak pernah memiliki rasa semangat dalam
hidupnya.
Setelah semua pelajaran selesai dan
saatnya pulang, dia lebih suka membeli takoyaki di gang sebelah rumahnya
sebelum pulang. Sebenarnya ada yang berpendapat tentang Kitamura Imori bahwa
dia adalah anak yang memiliki keterbelakangan mental atau dia adalah anak yang
memiliki nilai negatif dalam hidupnya.
Meski demikian, banyak anak juga
perempuan yang ternyata menyukai Kitamura. Karena menganggap Kitamura memiliki
daya tarik tersendiri dari cara dia diam dengan membaca buku, mendengarkan MP3
dan memandang ke jendela di ruang kelas. Meski terlihatnya remeh, Kitamura
memiliki nilai mata pelajaran yang lebih dari yang lainnya.
Suatu hari, Kitamura sedang mendengar
MP3 dan memandang kearah jendela kelasnya. Dalam pikirannya hanya ada
pertanyaan tanpa lanjutan. Dia hanya berfikir “Apa?” Saat dia sedang termenung dengan MP3 yang
ternyata tidak dibunyikannya, dia disapa oleh seorang murid yang satu kelas
dengannya yaitu Shigami Tanada.
“Hai Imori, apa kau tidak bosan dengan
rutinitasmu ini? Hanya diam saja dan tak ingin bergaul dengan yang lain. Apa
kau tak suka dengan kami semua?”
“Aku hanya diam untuk menikmati suara
dari semua elemen di dunia ini.”
“Elemen, Dunia? Apa maksud perkataanmu
itu?”
Tanada pun pergi meninggalkan Kitamura
sendirian lagi. Meski demikian, anak yang pintar bermain Selo ini masih
penasaran dengan Kitamura dan perkataanya dengan mendengarkan elemen dunia. Bel
masuk dari istirahat telah berbunyi, dan seluruh murid SMA Sakanami pun masuk
untuk mengikuti pelajaran berikutnya.
Sore itu setelah pulang sekolah. Tanada
melihat Kitamura menuju lantai paling atas gedung sekolah. Karena penasaran,
Tanada mengikuti Kitamura menuju Lnatai atas sambil membawa Selo kesayanganya.
Sesampai di atas loteng, Tanada mengintip dari sela pintu apa yang sedang
dilakukan oleh Kitamura.
Kitamura mengeluarkan sebuah kotak
panjang yang isinya tongkat kondaktor. Ternyata kitamura menggerakkan tongkat
itu seperti sedang memimpin orkestra.
“Hebat sekali gerakan tangannya seperti
kondaktor Internasional rupanya.” Kata Tanada dalam hati.
Karena Tanada terlalu serius melihat
Kitamura, Pintu yang dibuatnya bersandar mengintip terbuka, dan Tanada jatuh
keluar dari pintu itu. Kitamura kaget dan menoleh dari mana asal suara itu.
Tanada bangun dan berkata kepada Kitamura.
“Kau hebat juga memainkan benda itu.”
“Bukan urusan mu!”
“Mengapa kau hanya memainkan tongkat
itu tanpa ada yang kau iringi?”
“Aku hanya memainkan apa yang ingin aku
mainkan. Aku memainkan bunyi dari elemen di dunia ini.”
“Jadi kau benar-benar gila?!”
“Tidak.” Hentak Kitamura.
“Kau tahu, mengapa aku mengikutimu selama ini?” Kata
Tanada.
“Untuk apa?”
“Aku hanya ingin menunjukkan bahwa
sebenarnya ada orang yang ingin peduli dengan mu.”
“Benarkah?”
“Aku tidak pernah berbohong dalam hidup
ku.”
“Jadi, apa maumu?”
“Aku akan menantang mu membuat sehelai
melodi untuk kami tim orkestra Sakanami minggu depan.”
“Baiklah.”
“Aku akan memberimu imbalan atas apa
yang telah kau lakukan.” Kata Tanada sambil turun dan pulang.
Kitamura hanya diam dan memutuskan
untuk pulang ke rumah.
Setelah kejadian itu, kini sitiap hari
Kitamura membuat Sehelai melodi yang bertajuk Sehelai Melodi juga. Setiap
sebelum bel masuk sekolah dibunyikan, Kitamura memainkan tongkat kondaktor
tanpa adanya musik pengiring. Kini, Kitamura memiliki Semangat hidup lagi
terlihat dari senyum yang jarang sekali terlihat dari wajah Kitamura.
Seminggu berlalu, kebetulan hari itu
adalah dua hari sebelum acara pentas seni menyambut festifal hari ulang tahun
sekolah. Kitamura menuju ruang orkestra sekolah dan memberikan hasil karyanya
yang setebal sepuluh lembar yang terdiri dari perkusi, flute, biola, gitar,
selo, piano, trompet, dan saxofone.
“Kau berhasil kawan, baiklah untuk
bayaran atas kegigihanmu dan senyummu, kami memutuskan untuk menjadikan mu
kondaktor saat pagelaran seni besok lusa.” Kata Tanada.
“Senior Shigami memiliki ide bagus
teman-teman.” Kata seorang anak dari kelompok orkestra.
Latihan hanya dua hari. Tapi, saat hari
pertunjukan Kitamura dan tim orkestra yang hanya beranggota delapan orang saja
karena tim orkestra tidak begitu dilirik oleh murid yang lain, bahkan para guru
tidak begitu peduli dengan tim orkestra. Beberapa lagu telah mereka nyanyikan.
Tapi, saat acara puncak Tanada berkata dengan mic di tangannya.
“Semuanya, terima kasih telah melihat
tim orkestra SMA Sakanami. Kini, kami akan mempersembahkan karya terbaik dari
Kitamura Imori. Silahkan kawan.”
Kitamura memulai memainkan lagunya yang
berdurasi delapan menit. Alunan musik yang indah itu membuat beberapa penonton
kagum atas musik yang mereka dengar. Setelah delapan menit yang terasa singkat
itu, Kitamura selesai dan memberi hormat kepada para penonton. Setelah itu,
para penonton pun bertepuk tangan dan memberikan pujian kepada tim orkestra SMA
Sakanami dan kepada Kitamura selaku kondaktor orkestra itu.
Semenjak itu, Kitamura mengikuti
kelompok musik orkestra dan tahun berikutnya tim orkestra memiliki banyak
peminat dari murid baru di sekolah itu. Dan, tahun berikutnya lagi, Kitamura
dan Tanada mendapatakan beasiswa kuliah jurusan musik di Swiss. Semenjak itu,
Kitamura dapat mengerti bahwa hidup itu bisa dinikmati kalau kita niat.
By : Misbachuddin Akira Kesu3n